Jumat, 10 Desember 2010

Prinsip Paragraf

      Prinsip Paragraf
Sebuah ide atau gagasan akan mudah dipahami oleh orang lain ketika diungkapkan dengan cara yang tepat. Baik pemilik ide maupun penerima gagasan mempunyai kecenderungan pola pikir tertentu. Ada ide yang lebih mudah dipahami ketika dituangkan dari hal yang bersifat umum menuju hal yang khusus (secara deduktif). Sebaliknya, ada pula gagasan yang lebih mudah ditangkap maknanya ketika diungkapkan dari tahapan khusus ke arah hal umum (secara induktif).
Setiap karangan prosa selalu tersaji dalam bentuk paragraf-paragraf. Di dalam paragraf itulah pokok-pokok pikiran ditemukan. Pokok pikiran itu ada yang berbentuk kalimat secara utuh yang dinamakan kalimat utama paragraf, tetapi ada pula yang berbentuk bagian kalimat atau gabungan kalimat yang disebut ide atau gagasan utama paragraf. Perlu pula dipahami bahwa paragraf yang baik hanya mengandung satu kalimat utama atau satu ide pokok yang diperjelas dengan beberapa kalimat penjelas atau kalimat pengembang pikiran utama.
      (Tips) Untuk menemukan kalimat utama dalam sebuah paragraf dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1.      membaca semua kalimat di dalam paragraf tersebut secara cermat.
2.      membandingkan antara kalimat pertama dan kalimat terakhir, kalimat yang lebih penting dan lebih luas cakupan maknanya itulah yang disebut kalimat utama.
3.      jika kalimat pertama dan kalimat terakhir sama pentingnya, itu berarti keduanya adalah kalimat utama.
4.      jika kalimat pertama dan kalimat terakhir sama-sama tidak penting atau hanya sebagai pendukung gagasan utama, itu berarti gagasan utama paragraf itu tersebar dari awal hingga akhir paragraf.
       Berdasarkan letak kalimat utamanya, jenis-jenis paragraf dapat dibedakan menjadi :
1.      Paragraf deduktif yaitu paragraf yang kalimat utamanya terletak di awal paragraf (pola umum-khusus).
Kemampuan lembaga pendidikan dalam mencetak tenaga siap pakai belum optimal. Hal itu dapat dilihat dari masih banyaknya tenaga kerja baru yang belum bisa bekerja sesuai harapan pihak perusahaan. Masih banyaknya program kepelatihan dan training bagi pegawai baru. Banyaknya syarat tambahan yang harus dikuasai pegawai baru yang harus dicari dari tempat-tempat kursus karena hal itu tidak diperoleh dari lembaga pendidikan tempat pegawai tersebut belajar.

2.      Paragraf induktif yaitu paragraf yang kalimat utamanya terletak di akhir paragraf (pola khusus-umum).
Dari beberapa sekolah yang kami amati ternyata diperoleh data sebagai berikut: kebanyakan siswa di SMA Favorit lebih senang masuk sekolah daripada libur sehari di tengah-tengah pekan. Sebagian besar murid di SMA Bonafide lebih memilih pulang awal daripada libur sehari di tengah-tengah pekan. Demikian pula keadaan seperti itu juga terjadi di SMA Unggulan. Dari gambaran itu dapat disimpulkan bahwa para siswa lebih memilih pulang pagi daripada libur sehari di tengah-tengah pekan.
3.      Paragraf campuran atau paragraf deduktif-induktif yaitu paragraf yang kalimat utamanya terletak di awal paragraf kemudian diulang lagi pada akhir paragraf (pola umum-khusus-umum)
Banyak alasan yang diberikan oleh orang yang memilih kegiatan memancing. Ada yang mengatakan bahwa memancing itu suatu seni. Ada pula yang mengatakan bahwa kegiatan itu untuk melatih kesabaran.  Tentu saja itu bagi yang setuju dan senang pula memancing. Bagi yang tidak senang, memancing itu hanya membuang-buang waktu. Itu pekerjaan orang-orang malas, frustrasi, dan ingin menghindar dari tanggung jawab. Memang begitulah, banyak alasan yang dapat diberikan sehubungan dengan kegiatan memancing.
4.      Paragraf deskriptif / naratif yaitu paragraf yang kalimat utamanya tersebar dari awal hingga akhir paragraf, paragraf yang berisi penjelasan.
Weni duduk di serambi muka. Wajahnya sayu. Di matanya tergenang air mata kesedihan. Di sampingnya tergeletak sebuah boneka barbie yang sudah tidak utuh. Beberapa kain tersebar di sekitarnya dan isinya berhamburan ke mana-mana. Entah siapa yang tega merusak mainan kesayangannya.

Kamis, 09 Desember 2010

Biografi

Biografi W.R. Supratman
Nama Wage Rudolf Supratman sudah tak asing lagi bagi rakyat Indonesia. Ia adalah komposer dan pencipta lagu kebangsaan Indonesia, yakni Indonesia Raya. Karena jasanya, hari kelahirannya ditetapkan sebagai Hari Musik Indonesia. Pencanangan hari musik itu, 10 Maret 2003, dilakukan di Istana Negara Jakarta oleh Presiden. Hari itu sekaligus merupakan hari peringatan seabad lahirnya komposer dan pencipta lagu kebangsaan Indonesia.
W.R. Supratman lahir pada 10 Maret 1903 di Dusun Trembelang, Kelurahan Somongari, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo. Ia lahir bertepatan dengan pasaran (Jawa) Wage dan diberi nama Supratman. Ia adalah anak ketujuh. Ayahnya bernama Jumeno Senen Sastrosuharjo. Ia diangkat anak oleh kakak iparnya, Sersan Van Eldik, dan diberi nama tambahan Rudolf. Dua bulan setelah lahir ia dibawa ke Tangsi Meester Cornells, Jatinegara, Jakarta. Untuk mematuhi peraturan administrasi dan memperoleh tunjangan sebagai warga knil, dibuatlah keterangan lahir dengan nama Wage Rudolf Supratman. Ia bersekolah di ELS, Ujungpandang, kemudian melanjutkan ke Normaal School di kota yang sama, hingga lulus. Pada tahun 1924 ia pergi ke Bandung. Di sana ia menjadi wartawan koran Kaum Muda. Ia ikut memperjuangkan cita-cita kebangsaan dalam bidang komunikasi massa.
W.R. Supratman termasuk seniman yang ahli bermain biola. Dengan biolanya itulah ia menciptakan lagu Indonesia Raya. Lagu itu diperkenalkan secara luas untuk pertama kali di depan Kongres Pemuda yang berlangsung di Jakarta pada 28 Oktober 1928. Dengan biola di tangan, Supratman memperdengarkan hasil karyanya itu dengan penuh penjiwaan. Hadirin terperangah dan terpesona mendengar kata-kata dan iramanya yang merupakan ungkapan hati nurani pemuda dan rakyat Indonesia. Selanjutnya, lagu Indonesia Raya selalu dinyanyikan pada setiap rapat partai-partai politik. Setelah Indonesia merdeka, lagu itu ditetapkan menjadi lagu kebangsaan Indonesia. Pada 17 Agustus 1938 atau 7 tahun sebelum Indonesia merdeka, ia meninggal dunia setelah lama berjuang dan menciptakan berbagai lagu. W.R. Supratman menghembuskan napasnya yang terakhir di Surabaya dalam usia yang relatif muda, 35 tahun.

Puisi

Penggolongan puisi untuk peserta didik sering menjadi persoalan tersendiri. Kebanyakan dari mereka kurang memahami dasar pengelompokannya. Berikut ini salah satu masukan yang bisa dipertimbangkan bagi mereka. Penggolongan puisi menurut zamannya:
1. Puisi lama yang memiliki ciri-ciri terikat jumlah baris per baitnya atau jumlah silaba per larik dan terikat pula persajakannya. Contoh bentuk ini antara lain pantun, syair, gurindam, seloka, dan karmina.
2. Puisi baru yang memiliki ciri-ciri terikat jumlah baris per baitnya, tetapi tidak terikat persajakannya. Contoh puisi ini antara lain distikon, tersina, kuatrin kuin, sekstet, septima, stanza (oktava), dan soneta.
3. Puisi modern yang memiliki ciri-ciri bebas dalam bentuk dan persajakan karena yang diutamakan adalah makna yang terkandung di dalamnya. Contoh bentuk ini adalah puisi-puisi tahun 40-an hingga sekarang.
4. Puisi kontemporer yang meliputi puisi mantra, puisi mbeling, dan puisi konkret. Puisi mantra adalah puisi yang mengabaikan bentuk, bahkan kata-kata karena yang diutamakan adalah akibat di balik kata-kata yang dipakai, seperti kata-kata yang dipakai oleh para pesulap. Puisi mbeling adalah puisi yang berupa permainan kata-kata, bahkan ada yang berupa kredo (pengadilan atau sindiran terhadap puisi itu sendiri). Contoh puisi yang berjudul "Akhir sebuah Doa" Amin.Puisi konkret adalah puisi yang mengutamakan grafis atau bentuk fisik puisi yang menyerupai gambar atau bentuk tertentu.